3T Tours
More than just a friend
in your trips

021 22655618
0877 8724 3411 (+WA)
0851 0550 0770 (+WA)

info@3ttoursindonesia.com

PT. Sinar Fiesta Indonesia
Jl. Danau Sunter Utara
Blok F20 #23 - RT.011 / 012
Sunter Agung - Jakarta - 14350

Show in Google Maps

 

Lobster Enak Murah ya di Nias Ya’ahowu

Nyari lobster segar enak, di Jakarta PASTI mahal.
Mau yang segar enak murah? Melancong ke Nias yuuukkkzzz …
Catatan Perjalanan ~ NIAS 6-10 Maret 2019 ~ 5D/4N
(1N di Teluk Dalam, 1N di Pulau Asu, 2N di Gunungsitoli)
11-13 peserta dalam mobil jenis Izusu Elf

(Tambahan informasi dari sumber : National Geographic, Wikipedia, Wikimedia dan Google Search, web dan Youtube)

Hari ke-1 : Jakarta (Soetta) – transit/Kualanamu Medan – Gunungsitoli/Nias

Subuh sudah antri di check in counter bandara Soetta, walaupun tidak ada checked in baggage dan sudah web check in, kami masih mengantisipasi dengan menampakan diri (Profiling) di depan petugas check in counter yang dengan sigap memberi luggage tag “Cabin bag” untuk setiap back pack kami.

Dari Jakarta kami terbang ke Kualanamu dengan  waktu tempuh sekitar 2 jam 20 menit. Transit time sekitar 30 menit saja, langsung kami bergegas ke transit desk yang memeriksa boarding pass yang sudah kami peroleh di Soetta (karena kami membeli tiket terusan Batik-Wings yang bernaung dalam satu Group company). Sempat ke toilet lalu langsung boarding masuk ke dalam pesawat baling2 buatan  Avions de Transport Regional (ATR), perusahaan gabungan Italia-Perancis, dengan kapasitas 72 tempat duduk (konfigurasi tempat duduk 2-2). Kualanamu ke Gunungsitoli ditempuh dalam waktu 1 jam.



Setibanya di bandara Binaka, Gunungsitoli yang merupakan ibukota Nias, kami disambut dengan salam Ya’ahowu (artinya : TUHAN memberkati) oleh team yang akan mendampingi kami selama di Pulau Nias, di bawah pimpinan Bang Yafa yang ramah. Mereka memakai pakaian tradisional adat Nias lengkap dengan asesoris bagi wanita dan peralatannya seperti kalung dan perisai bagi laki2. Setiap peserta diberikan sehelai kain seperti untuk ikat kepala berwarna kuning dengan desain cetak  bermotif tradisional.

Letak bandara Binaka dan kota Gunungsitoli adalah di Pulau Nias bagian Barat. Siang ini kami langsung bergerak menuju ke Pulau Nias bagian Selatan. Setelah berkendara sekitar 2-3 jam,  kami singgah di rumah makan “Happy” di desa Hiliabolata-Kec. Lahusa (bagian tenggara dari Pulau Nias),  untuk santap siang dengan menu udang kelong dan sup-nya… bagi yang tidak makan udang, bisa memesan (sesaat ketika tiba di bandara Binaka) menu lain seperti tumis sayuran/sop dan mie goreng atau menu babi.

Perjalanan dilanjutkan ke kecamatan Teluk Dalam, namun karena waktu tidak mengizinkan (ada jadwal kunjungan ke desa Tradisional Bawomataluo untuk menonton pertunjukan lompat batu sebelum matahari terbenam), maka kami urung mengunjungi Air Terjun Mondrowe (https://youtu.be/o2uGpls9Vk4) , namun kami menikmati kunjungan ke situs Megalitik Tetegewo. Di tengah hujan yang cukup deras, kami berjalan menanjak sekitar 1 km menuju Situs Megalitik Tetegewo yang adalah situs megalitik terbesar dan paling mudah diakses, letaknya di desa Hilisa'oto, Kabupaten Sidua'ori, Nias Selatan. Dapat dicapai dengan jarak 90 Km selama ± 2,5 jam dari Gunungsitoli atau 1,5 jam perjalanan dari Pusat Kota Teluk Dalam.

Situs megalitik Tetegewo membentang dengan ukuran 100 x 15 meter dan terletak di puncak bukit dan memiliki sekitar 100 batu megalitik dengan berbagai bentuk dan ukuran. Situs Tetegewo, yang berusia ratusan tahun, dulunya adalah kediaman raja dan tempat Orahu (tempat berkumpul untuk pertemuan, pesta, dan pengadilan). Lumba-lumba dan menhir di situs ini adalah batuan yang batunya berasal dari sungai Gomo yang berjarak ± 2 km dari lokasi dan diangkut oleh tenaga manusia. Salah satu dolmen unik bernama Gowe Nilare dalam bentuk lusinan batu berbentuk meja bundar yang digunakan sebagai tempat menari untuk anak perempuan bangsawan. Gowe Nilare memiliki suara seperti gong saat dipukul dan setiap batu memiliki suara yang berbeda.



Dari sini, perjalanan diteruskan ke Desa Tradisional Bawomataluo untuk menyaksikan atraksi Lompat Batu yang sangat terkenal. Untuk tiba di desa ini, setelah turun dari mobil, kita harus menaiki puluhan anak tangga, tiba di tangga teratas, kita bisa melihat pemandangan indah ke arah pantai di kejauhan.

Kata “Bawo mataluwo” artinya Bukit Matahari. Sebelum menyaksikan atraksi lompat batu, peserta diberikan kesempatan untuk menyewa pakaian traditional (yang biasanya berwarna kuning merah tua) dengan biaya yang sangat terjangkau. Adalah para petugas desa setempat yang mengkoordinir setiap rumah tangga yang bersedia menyewakan busana traditional Baru hada kepada para wisatawan. Ide yang bagus sehingga semua orang yang berpartisipasi akan menikmati pengaruh positif dengan ada nya perkembangan pariwisata di desa tradisional di mana mereka hidup dan menetap.



Setelah kami berpakaianan adat tradisional, maka atraksi dimulai… satu per satu pemuda mengambil ancang-ancang dan melompati batu yang berumur ratusan tahun, tanpa ada yang meleset terjatuh. Dibutuhkan banyak latihan untuk menjadi ahli di bidangnya. Semua atraksi direkam dalam bentuk video dan foto. Sungguh pengalaman baru yang tak terlupakan karena hanya ada di desa ini.

Untuk menutup hari yang panjang ini, kami menuju ke ujung Pulau Nias bagian Selatan untuk menikmati matahari terbenam di Pantai Sorake kecamatan Teluk Dalam (https://youtu.be/5wk5Niq2MZo) sambil menyaksikan para peselancar yang bermain di ombak Sorake yang terkenal sebagai salah satu dari 10 ombak selancar terbaik di dunia (karena lokasinya yang langsung berhadapan dengan  Samudera Hindia), kami menyantap cemilan gorengan dan menyeruput kopi atau teh hangat.



Sebelum beristirahat di hotel, kami menikmati santap malam di restoran setempat di Teluk Dalam Nias Selatan dengan menu lobster yang segar manis. Bermalam di Sem Hotel, Teluk Dalam.


Hari ke-2 / 7 Maret : Teluk Dalam – Pulau Asu

Bangun pagi seger banged, langsung bersiap memulai petualangan baru dengan sarapan pagi, lalu tepat jam 08.00 kami memulai perjalanan ke Pantai Mo Ale yang merupakan pantai terpanjang dan terindah di Pulau Nias. Pantai ini berada di pesisir barat Nias kira-kira satu jam perjalanan dengan mobil dari Teluk Dalam, Nias Selatan. Pasirnya putih bersih dan lembut. Dari kejauhan terlihat punggung perbukitan nan hijau. Pemandu wisata mengatakan pemandangan matahari terbenam di pantai ini sungguh tak terlupakan, setelah itu para nelayan mulai melaut dengan perahu-perahu sederhana.



Selanjutnya menuju pelabuhan di Sirombu (Nias bagian Barat) untuk menyebrang dengan perahu ke Pulau Asu yang merupakan salah satu pulau terluar dari bagian barat negara Indonesia. Ada 8 pulau di bagian barat Nias. Setibanya di pantai putih Pulau Asu, perahu kami merapat tepat di depan “Cottage Ina (Mama) Silvi” yang sangat bercorak tradisional rumah panggung, langsung masukin barang ke kamar, terus makan siang menu ikan bakar, sayur, dsb termasuk kelapa muda, siap disantap. Mantap.



Bersantai sejenak di teras depan cottage yang digantungi hammock, lalu kami bersiap untuk snorkeling di sisi pantai sebelah kanan dari cottage ini. Setelah itu dilanjutkan menikmati matahari terbenam setelah berjalan sekitar 1,5 km ke arah Barat pulau ini, di mana ada penginapan milik bule yang dinamakan “Camp Asu.”

Santap malam sambal bercanda ria di bawah naungan langit dan bintang-bintang di tepi pantai, kenangan tak terlupakan. Sungguh!!!




Hari ke-3 / 8 Maret : Pulau Asu – Pulau Hinoko – Sirombu – Gunungsitoli

Pagi hari tepat di depan cottage Ina Silvi, kami menikmati matahari terbit… sarapan pagi menanti, menu pilihan nasi goreng, mie goreng dan kuah atau pan cake pisang sambal menyeruput kupi atau teh panas.



Teng…teng… teng jam 08.30 naik perahu menuju ke Pulau Hinako, tapi bagi yang mau snorkelling lagi dianter oleh perahu lain ke spot tertentu yang banyak taman bawah lautnya.

Tiba jam 09.30 di Pulau Hinako yang sebenarnya pulau utama dari kepulauan Hinako yang berjumlah 8 pulau. Pulau ini dulu merupakan pulau transit sebelum menuju ke pulau-pulau lain. Sejak gempa tahun 2005, Pulau Hinako mulai ditinggalkan penduduknya karena banyaknya bangunan serta infrastruktur yang rusak akibat gempa termasuk rusaknya pelabuhan yang merupakan pintu gerbang untuk masuk ke pulau ini  Akibatnya perekonomian Pulau Hinako semakin surut. Sekarang hanya ada beberapa keluarga tinggal di pulau ini dan sebagian besar menetap di sekitar pelabuhan yang sudah rusak itu.



Jam 10.30 kami kembali ke Sirombu untuk bersantap siang dan melanjutkan perjalanan ke Situs Megalitik Hiligoe di Mandrehe. Setelah turun dari mobil, masih harus berjalan kaki sekitar 10 menit menuju situs yang konon dibangun tahun 1778 seperti yang masih bisa dibaca di salah satu patung yang berserakan di sekitar rumah tua yang katanya pernah direnovasi dan sampai saat ini sangat jarang dimasuki oleh pengunjung. Di dekat pintu rumah,  tulisan nomor handphone yang mengelola tempat ini yang katanya karena sulit mendapatkan air bersih maka rumah ini ditinggalkan. Rumah itu berbentuk oval dibangun oleh bangsawan di masanya dan patung-patung yang berserakan menggambarkan kehebatan dan kekayaan pemilik dari daerah ini. Hanya ada patung laki2 yang umumnya menggunakan kalung yang kuat agar bila terjadi perang, kalung itu melindungi lehernya dari tebasan pedang. Jadi jaman itu yang dipenggal leher nya biasanya dimulai dari bawah ketiak mengarah diagonal sehingga satu tangan nya juga terputus (gambaran patung yang kepalanya terpenggal dapat dilihat di museum pusaka Nias di Gunungsitoli).



Perjalanan kembali ke Gunungsitoli adalah sebuah petualangan tersediri. Jalanan mobil banyak berlubang jauh dari mulus, bahkan ada satu ruas jalan dengan kedalaman yang cukup ampuh untuk menggulingkan mobil, pengemudi bercerita bahwa ngga jauh dari sana adalah kantor dinas camat setempat. So… 2 jam perjalanan penuh gejolak membuat kami mampir di warung kopi. Ada hikmahnya mampir di sini karena bisa menikmati pisang goreng renyah.

Sekitar 1 jam perjalanan lagi, kami tiba di kota Gunungsitoli, langsung kami menuju Museum Pusaka Nias, untuk tour de museum. Pemandu wisata di museum sangat fasih bercerita tentang koleksi museumnya. Mungkin kalau tidak ingat matahari yang semakin pudar sinarnya, kami masih ada di museum. Beberapa koleksinya adalah batu menhir, dolmen Gowe Nilare dan model miniature rumah adat Nias termasuk sejarah kerajaan yang pernah ada di Nias, asesoris, dan  peralatan rumah tangga, serta senjata.



Santap malam buffet tapi enak lho… dan karoke-an di Grand Kartika Restaurant,  Saombo, Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara.


Hari ke-4 / 9 Maret : Kota Gunungsitoli – Tureloto – Gunung Sitoli

Dari kemarin malam dikompakin rencana bangun jam 03.00 subuh karena harus berangkat jam 04.00 pagi untuk lihat matahari terbit di Pantai Tureloto yang terletak di Nias bagian utara dan juga yang terkenal akan air lautnya yang jernih dan hampir tidak berombak dengan karang bentuk otak yang muncul ke permukaan karena dasar laut naik sekitar 3 meter, setelah gempa bumi yang melanda Pulau Nias tahun 2005.

Manusia berencana, TUHAN yang menentukan… ada mendung… matahari terhalang awan… padahal kami tiba di sana saat masih gelap dan ada temans sampe pake senter hp, nyari jalan untuk pipis hahahaha…. Ya bersyukur aja karena tetap bisa foto-foto dengan sinar matahari yang akhirnya malu-malu keluar juga, dan kalau kesiangan ke sini juga nanti akan kepanasan, karena setelah sarapan bungkus (lontong sayur atau nasi uduk) di bawah naungan warung-warung beratap rumbia, kami masih berfoto dengan karang otak yang unik dan sebagian dari kami menuju ke pulau pasir timbul sekitar 10 menit berperahu ke tengah (kalau sewa Rp. 100.000,- untuk satu jam, perahunya menunggu di spot dekat pasir timbul. Sebagian langsung snorkelling, yang lain berfotoooo lageeee….Keasyikan bertambah lengkap ketika ada temans membuat video dan foto dengan drone nya… serasaaaaaa… jadi foto model hahahaha…apalagi Bang Yafa mahir mengarahkan gaya sekaligus jadi fotographer… mantappp kaaaan….wkwkwkwkwk…



Oh iya, di pantai ini banyak sekali nelayan dan pagi hari itu ada nelayan yang berhasil menangkap penyu yang dilindungi. Beberapa peserta tour langsung, urun rembuk mengumpulkan uang untuk membeli penyu itu (dihargai sekitar Rp. 500.000,-) lalu dilepaskan kembali ke laut bebas disaksikan oleh kami dan para nelayan. Pemerintah Daerah sebaiknya mencarikan jalan keluar untuk masalah ini, sehingga species penyu di perairan Pulau Nias tidak punah dan masyarakat juga dapat hidup berkecukupan.  

Matahari makin meninggi… udahan deh…, naik mobil, trus balik ke Nias bagian Barat…untuk kunjungan ke Desa Tumori - Rumah Adat berbentuk oval, Desa Tmori Kec. Gunung Sitoli Barat. Rumah yang berusia ratusan tahun dan masih dihuni masyarakat turun temurun dan dipelihara dengan baik. Biasanya rumah panggung (dinamakan Omahagalarada) ini disangga oleh minimum 66 tiang yang menempel di atas batu. Beruntung nya kami didampingi Bang Yafa yang memiliki mertua yang masih tinggal di salah satu rumah itu. Jadi kami leluasa bertandang, dijamu oleh seluruh keluarga dengan nyanyian dan tarian serta makanan khas Pulau Nias.

Nama salah satu makanan khas tradisional yang disajikan adalah Gominifufu yang dibuat dari ubi rambat (gowi) , kelapa parut sedang dan gula merah serta dibungkus daun jati (buludamo). Sambil makan cemilan tradisional yang ditemani teh, kupi dan kelapa muda, kami menikmati nyanyian Bahasa Nias yang disuguhkan oleh anak-anak muda setempat salah satunya berjudul Ono Gauko (anak bambu) serta tarian (mirip poco-poco) yang dinamakan Maena.



Karena satu dan lain hal, kami urung mengunjungi rumah adat Sihareo Siwahili, pabrik pembuat minyak kelapa di Lahewa, Pantai Pasir Merah di Afulu dan Puncak  Hilimaziaya untuk sunset.

Namun kami sempatkan diri mengunjungi Pantai Laowomaru sambil menikmati air kelapa muda.  Pantai Laowomaru ini terletak sekitar 8 km dari selatan Gunungsitoli, dulu ramai dikunjungi namun bersamaan dengan akses ke berbagai pantai lain sudah mulai terbuka sejak tahun 2000, pantai ini semakin sepi. Konon menurut cerita rakyat Nias, nama Laowomaru berasal dari seorang kuat karena memiliki 9 rambut kawat yang pekerjaannya merampok harta benda kapal-kapal yang lewat di pantai itu. Satu kali melalui bujuk rayu kepada sang istri, akhirnya rahasia kekuatan nya diketahui oleh mereka yang dirugikan dan mereka mencabut rambut itu sehingga kekuatan nya hilang. Semua dibunuh, dan hingga kini memang masih bisa dilihat (sekitar 100 meter dari bibir pantai) gua yang dimaksud oleh hikayat itu, yang konon di dalam nya masih tersimpan banyak harta karun yang dijaga banyak ular berbisa.



Sore hari, kembali ke Gunungsitoli, dan kali ini ada yang sayang jika dilewatkan… santap malam di restoran seafood terkenal di Gunungsitoli, Rapi Seafood di Jl. Kelapa no. 15. Kali ini kami ngga pesan lobster karena udah blenger hahahahahahha…Beristirahat di Hotel Nasional, Gunungsitoli.


Hari ke-5 / 10 Maret : Kota Gunungsitoli – Bandara Binaka

Hari ini terakhir kami di Nias dalam kesempatan ini, kami mengunjungi Taman Doa Bunda Maria yang alamat di Jl. Raya Pelud Binaka No.KM. 6,5, Fodo, Kota Gunungsitoli, Nias. Tempat ini mulai dibangun akhir tahun 2014 dan diberkati oleh Uskup Keuskupan Sibolga Mgr Ludovicus Simanullang pada tanggal 7 Oktober 2016.



On the way ke bandara Binaka, kami mampir ke GoNias Capsule Hotel & Gallery untuk berbelanja beberapa souvenir khas Nias, kripik dari umbi, kaos dan gantungan kunci  serta buku tentang Nias.

Saat nya kembali ke tempat tinggal masing-masing… Kami berpisah di Bandara Binaka Gunungsitoli untuk terbang kembali ke Jakarta.

Home sweet home …

Saohagolo = terima kasih dan  

Ya'ahowu : TUHAN memberkati, tapi dapat dipakai juga untuk sapaan selamat Siang, Sore & malam



Warning: "continue" targeting switch is equivalent to "break". Did you mean to use "continue 2"? in /home/u5813289/public_html/modules/mod_jf_mobilemenu/helper.php on line 79